Secangkir Kopi

“Mas, kopi medium, dingin ya!”, teriakku kepada salah seorang pelayan disalah satu Café-Resto. Memang ada banyak Café, Resto atau kedai-kedai sejenisnya yang menjajakan aneka minuman dan beragam jenis cemilan ringan di Solo. Untuk saya sendiri saya sering menghabiskan waktu luang weekend disalah satu kedai di Jalan AR Hakim, Kepunton Solo. Entah kadang bersama teman ataupun sendirian. Sekedar memesan secangkir kopi dan kadang roti sandwich isi coklat-keju. Menulis. Kadang jika perlu saya biasa mencari jurnal atau artikel tugas-tugas kuliah ditempat tersebut karena ditempat tersebut menyediakan free access Hot Spot/Wi-Fi. Tempatnya juga nyaman. Tinggal modal laptop atau gadget aja kan?

Secangkir kopi. Mungkin banyak orang bertanya-tanya, kenapa kopi? Apa enaknya? Kenapa gak pesen es krim aja sih. Kan enakan es krim?! Haha…
Mungkin kalian gak tau makna secangkir kopi. Bagi saya kopi selalu menunjukkan keistimewaan tersendiri ketika sampai dipangkal lidah. Kopi memiliki filosofi yang kuat. Tak heran banyak penikmat kopi rela mencoba beraneka ragam jenis kopi hingga berkeliling dunia. Demi secangkir kopi? Ya. Tapi jujur saya disini bukan penikmat kopi seperti itu. Dari secangkir kopi, saya mampu melarutkan berbagai hal didalamnya.
* * *
Setengguk kopi.
Sekejap saya mampu membayangkan raut wajah Almarhum Bapak saya. Beliau dengan separuh badan kirinya yang lumpuh, selama tujuh setengah tahun menderita stroke. Tapi disatu sisi Bapak masih rela duduk disamping tempat tidur, menemani saya yang semalaman lembur mengerjakan tugas kuliah. Ketika pahit kopi sampai dipangkal tenggorokan. Pahitnya selalu memaksa saya untuk meneteskan air mata. Sadar! Apa yang sudah saya lakukan selama satu bulan itu, bahkan waktu itu tepat dibulan Ramadhan. Hingga sakaratul maut memanggil Bapak untuk meninggalkan saya beberapa minggu setelah hari suci Idul Fitri.
* * *
Setengguk kopi.
Merasakan beratnya kuliah dengan beragam tugas yang selalu menemani saya disetiap semesternya. Larutan gula didalam secangkir kopi ternyata masih tetap tak mampu menghilangkan rasa pahit yang masih terasa dipangkal lidah. Di Semester 5 akhirnya saya merasakan yang namanya kegagalan. Di salah satu mata kuliah saya berhasil mendapatkan nilai D. Kasarannya, saya di vonis tidak lulus dan mau tidak mau harus mengulang tahun depan. Menyakitkan! Mengingat saya dari keluarga pas-pasan yang hingga sekarang masih diberi kesempatan merasakan pendidikan dibangku perkuliahan.
* * *
Setengguk kopi.
Saya akhirnya menemukan kebahagiaan tersendiri bersama seorang perempuan yang beda usianya waktu itu lima tahun dengan saya. Tapi dalam satu teguk kali ini manisnya kopi memang tidak bertahan lama. Manis fatamorgana. Makin dirasa, dipangkal lidah makin merasakan pahitnya. Sudah cukup sekian kan?! Akhirnya semua janji manisnya tidak semanis ketika dulu ia menganggukkan kepala dihadapanku.

Manis pahit dalam secangkir kopi siapa yang tahu?
Ketika kamu meneguk secangkir kopi. Sebanyak apapun kamu melarutan gula didalamnya, kopi tetaplah kopi, yang punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Post a Comment

Contact Form